Tradisi Ojhung (Ojung) dari Sumenep Madura | TradisiKita - Tradisi masyarakat Indonesia memang sungguh unik. Keunikan ini justru menjadi daya tarik pariwisata dari suatu daerah. Demikian pula dengan Provinsi Jawa Timur yang mempunyai kekayaan budaya dan tradisi yang menarik wisatawan lokal maupun luar negeri. Selain objek pariwisata alam dan wisata kuliner khas Jawa Timur, ternyata provinsi Jawa Timur juga mempunyai tradisi unik berupa seni bertarung yang berasal dari kota yang juga terdapat olahraga tradisional karapan sapi ini. Tradisi bertarung yang telah dilakukan turun temurun tersebut dikenal dengan tradisi Ojung atau Ojhung yang berasal dari Batuputih, Sumenep.
Baca Juga : 6 Kesenian dan Tradisi Jawa Timur
TRADISI OJUNG / OJHUNG
Sumenep merupakan kabupaten paling timur di pulau Madura dan dikenal sebagai salah satu kawasan tujuan wisata di propinsi Jawa Timur. Salah satu objek wisata yang ada di kabupaten Sumenep bera da di kecamatan Batuputih (Batopote). Dari sisi geografis, kecamatan Batuputih terletak di dataran tinggi. Dari sentra kota Sumenep berjeda ±20 km ke arah utara, Dilihat dari kondisi struktur tanah dan bentang alamnya yang berupa pegunungan, pastinya hal yang tampak yakni kekeringan atau kekurangan air serta tanah tadah hujan, Meskipun kenyataan ini menjadi suatu yang tak sanggup dihapuskan dari perjalanan masyarakat Batuputih menempuh kehidupan Tradisi Ojhung
OJHUNG yakni sebuah pertunjukan tradisional masyarakat Madura, khususnya kawasan Sumenep dan sekitarnya. Tradisi ojhung ini selalu dilakukan setiap demam isu kemarau panjang tiba. Awal mula tujuan dilakukan tradisi Ojhung ini yakni untuk mendatangkan hujan. Namun alasannya yakni tradisi ini terancam punah, maka beberapa pihak pelaku pariwisata di Madura, berusaha menumbuhkan lagi tradisi Ojhung ini. Saat ini kesenian Ojhung mulai menyebar ke beberapa pelosok di Provinsi Jawa Timur.
Peralatan yang dipakai dalam tradisi permainan Ojhung sekaligus berfungsi sebagai senjata yakni tongkat rotan yang dipakai sebagai alat pukul. Alat tersebut oleh masyarakat setempat disebut lapalo atau kol-pokol . Selain itu, pemain memakai pelindung kepala (bhungkus atau bhuko) dan pembalut lengan kiri (bulen atau tangkes). Permainan diatur oleh seorang wasit yang oleh masyarakat setempat disebut bhubhuto. Dalam pengaplikasiannya, pertunjukan tersebut diiringi oleh orkes okol yang peralatan musiknya terdiri atas alat musik tradisional Jawa Timur berupa ghambang dan dhuk-dhuk.
Seni pertunjukan Ojhung ini sama dengan seni bertarung lainnya yang melibatkan 2 orang petarung dengan seorang wasit. Tujuan utama para pemain Ojhung yakni berupaya memukul punggung lawan. Wasit akan menyatakan salah satu pemenang sehabis berhasil melukai punggung lawan atau menjatuhkan lapalo lawan. Pada pertandingan tertentu, wasit berhak menghentikan pertandingan yang menurutnya berat sebelah. Meskipun hal itu kadang dilakukan ketika kedua pemain masih saling menyerang. Tidak heran, kalau wasit juga mengalami luka-luka ketika menengahi pertandingan dan tidak heran juga kalau sebagian pendukung merasa kecewa dengan keputusan wasit. Walaupun begitu, tidak ada pemenang maupun pihak yang kalah dalam tradisi ini. Semua pulang sebagai saudara, dihentikan ada yang menyimpan dendam.
Karena pertarungan Ojhung ini bukan hal main-main, maka akseptor Ojhung merupakan orang remaja yang mempunyai kekuatan fisik, bertubuh kebal dan tentu saja mempunyai keberanian untuk bertarung.
Tradisi ojhung ini digelar setiap tahun untuk keselamatan desa. Masyarakat Sumenep mempercayai kalau ritual ojhung tidak dilaksanakan biasanya seringkali ada perang saudara (atokar sataretanan) dan musibah-musibah yang lain. Selain sebagai penolak baya, pagelaran Ojhung tersebut juga sebagai bentuk rasa syukur atas sumber air titisan K Moh Syakim yang terletak di Batuputih dimana telah berpuluh tahun masih tetap mengalir deras tak mengenal musim.
Demikian Sobat Tradisi, Sekilas mengenai tradisi Ojung (Ojhung) di Sumenep Madura - Jawa Timur. Semoga menambah wawasan nusantara Sobat Tradisi.
Advertisement