'/> Tari Bedhaya Ketawang Dari Surakarta Jawa Tengah -->

Info Populer 2022

Tari Bedhaya Ketawang Dari Surakarta Jawa Tengah

Tari Bedhaya Ketawang Dari Surakarta Jawa Tengah
Tari Bedhaya Ketawang Dari Surakarta Jawa Tengah
Tari Bedhaya Ketawang dari Surakarta Jawa Tengah | TradisiKita - Tari Bedhaya / Bedaya / Bedhoyo ialah termasuk dalam tarian klasik yang merupakan tari tradisional yang dikembangkan di keraton-keraton pewaris tahta kerajaan Mataram. Bedaya sanggup diartikan secara gemulai dan meditatif, dengan iringan gamelan minimal di sebagian besar repertoarnya. Tarian bedhaya sering kali merupakan hasil ilham raja mengenai suatu insiden tertentu yang disajikan dalam bentuk yang sangat stilistik. Penari bedaya berjumlah sembilan untuk bedaya yang berasal dari Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta, sementara untuk bedaya yang berasal dari Kadipaten Mangkunegaran dan Pakualaman berjumlah tujuh. Pada kesempatan ini, kita akan mengenal salah satu tarian bedhaya yang berasal dari Kasunanan Surakarta, yaitu tari Bedhaya Ketawang.


Baca Juga : 12 Tari Daerah Jawa Tengah


1. Tentang Tari Bedhaya Ketawang


Tarian Bedhaya Ketawang ialah pusaka Kasunanan Surakarta - Jawa Tengah, tari bedhaya ketawang ini ditarikan oleh sembilan penari putri setiap perayaan jumenengan dalem (wisuda / pelantikan) Sunan Surakarta. Konon tarian bedhaya ketawang ini  diciptakan oleh Sultan Agung. Durasi tarian ini sekitar satu setengah jam dan menceritakan ihwal pertemuan Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul serta perjanjian keduanya untuk saling menjaga kedua kerajaan.

2. Sejarah Tari Bedhaya Ketawang

Tidak ada catatan yang niscaya mengenai asal permintaan tari Bedhaya Ketawang, yang niscaya banyak sekali dongeng dan mitos yang berkembang ihwal terciptanya tarian Bedhaya Ketawang.

Salah satu mitos terciptanya Tari Bedhaya Ketawang ini bermula dikala Sultan Agung Hanyaktamakuma (yang memerintah Kasultanan Mataram tahun 1613 - 1645) sedang melaksanakan semedi. Pada dikala keheningan semedi tersebut, Sultan Agung mendengar tetembangan (senandung) dari langit (tawang).  Maka sesudah selesai melaksanakan semedi, Sang Sultan memanggil 4 orang pengiringnya yaitu Panembahan Purbaya, Kyai Panjang Mas, Pangeran Karang Gayam II, dan Tumenggung Alap-Alap. Pada keempat pengiring tersebut, Sultan Agung mengutarakan pengalaman batinnya. Dan bermaksud membuat tarian yang dinamakan Bedaya Ketawang.

Namun ada juga legenda terciptanya Tari Bedaya Ketawang versi lainnya. berdasarkan kitab Wedhapradagna, tarian Bedhaya Ketawang ini diciptakan oleh Sultan Agung (raja ketiga Kerajaan Mataram), dan Kanjeng Ratu Kidul diminta oleh Sultan untuk mengajarkan secara pribadi gerakan tarian tersebut kepada para penari kesayangan Sultan. Pelajaran tari ini diselenggarakan setiap malan Anggara Kasih (selasa kliwon). Sampai dikala inipun, para penari masih melaksanakan latihan pada hari tersebut.

Baca Artikel Menarik Lainnya : Legenda Nyi Roro Kidul


Selain dua dongeng diatas, masih ada dongeng ihwal asal permintaan tari Bedhaya Ketawang ini. Bedhaya Ketawang menggambarkan lambang cinta birahi Kanjeng Ratu Kidul pada Panembahan Senopati (raja pertama Kerajaan Mataram) segala gerak melambangkan bujuk rayu dan cumbu birahi, walaupun sanggup dielakkan Sinuhun, Kanjeng Ratu Kidul tetap memohon biar Sinuhun ikut bersamanya menetap di dasar samodera dan bersinggasana di Sakadhomas Bale Kencana ( Singgasana yang dititipkan oleh Prabu Rama Wijaya di dasar lautan) dan terjadilah Perjanjian/Sumpah Sakral antara Kanjeng Ratu Kidul dan Raja Pertama tanah Jawa, yang tidak sanggup dilanggar oleh Raja-Raja Jawa yang Turun Temurun atau Raja-Raja Penerus. 

Namun terlepas dari asal permintaan adanya Tari Bedhaya Ketawang, pada alhasil tari Bedhaya Ketawang diwariskan pada Kasunanan Surakarta. Hal ini terjadi sesudah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, dimana Pakubuwana III bersama Hamengkubuwana I melaksanakan pembagian harta warisan Kesultanan Mataram, yang sebagian menjadi milik Kasunanan Surakarta dan sebagian lainnya menjadi milik Kesultanan Yogyakarta. Termasuk pembagian warisan budaya yang menimbulkan Tari Bedhaya Ketawang menjadi milik istana Surakarta. Kemudian dalam perkembangannya hingga kini ini Tari Bedhaya Ketawang masih tetap dipertunjukkan dikala penobatan dan upacara peringatan kenaikan tahta Sunan Surakarta. 

3. Fungsi dan Makna Tari Bedaya Ketawang


Selain berfungsi sebagai sarana hiburan, Tari Bedhaya Ketawang mempunyai fungsi dan pengertian dan klarifikasi khusus yang berafiliasi dengan proses penciptaan tarian Bedhaya Ketawang itu sendiri.


Menurut kepercayaan masyarakat, setiap Tari Bedhaya Ketawang ini dipertunjukkan maka dipercaya Kangjeng Ratu Kidul akan tiba dalam upacara dan ikut menari sebagai penari ke sepuluh. Dalam mitologi Jawa, sembilan penari Bedhaya Ketawang menggambarkan sembilan arah mata angin yang dikuasai oleh sembilan yang kuasa yang disebut dengan Nawasanga.

Versi lain menyebutkan bahwa jumlah penari yang sembilan orang merupakan lambang dari Sembilan Wali atau Wali Songo.

Pada tari Bedhaya Ketawang, sembilan penari nya mempunyai nama dan fungsi masing-masing. Tiap penari tersebut mempunyai simbol pepengertian dan penjelasanan tersendiri untuk posisinya, yaitu:
  1. Penari pertama disebut Batak yang disimbolkan sebagai pikiran dan jiwa.
  2. Penari ke dua disebut Endhel Ajeg yang disimbolkan sebagai impian hati atau nafsu.
  3. Penari ke tiga disebut Endhel Weton yang disimbolkan sebagai tungkai kanan.
  4. Penari ke empat disebut Apit Ngarep yang disimbolkan sebagai lengan kanan.
  5. Penari ke lima disebut Apit Mburi yang disimbolkan sebagai lengan kiri.
  6. Penari ke enam disebut Apit Meneg yang disimbolkan sebagai tungkai kiri.
  7. Penari ke tujuh disebut Gulu yang disimbolkan sebagai badan.
  8. Penari ke delapan disebut Dhada yang disimbolkan sebagai badan.
  9. Penari ke sembilan disebut Buncit yang disimbolkan sebagai organ seksual. Penari ke sembilan disini direpresentasikan sebagai konstelasi bintang-bintang yang merupakan simbol tawang atau langit. 

4. Pertunjukan Tari Bedhaya Ketawang


Tari Bedhaya Ketawang ditarikan oleh 9 orang penari. Namun penari bedhaya ketawang bukanlah penari ceroboh dan asal asalan, sebagai tarian sakral, ada beberapa syarat yang harus dimiliki oleh penarinya. Syarat utama ialah penarinya harus seorang gadis suci dan tidak sedang haid. Jika sedang haid maka penari tetap diperbolehkan menari dengan syarat harus meminta izin kepada Kangjeng Ratu Kidul dengan dilakukannya caos dhahar di Panggung Sangga Buwana, Keraton Surakarta. Syarat selanjutnya yaitu suci secara batiniah. Hal ini dilakukan dengan cara berpuasa selama beberapa hari menjelang pergelaran. Kesucian para penari benar-benar diperhatikan alasannya konon kabarnya Kangjeng Ratu Kidul akan tiba menghampiri para penari yang gerakannya masih salah pada dikala latihan berlangsung.

Pada awalnya tari Bedhaya Ketawang dilakukan selama 2,5 jam. Namun semenjak zaman Pakubuono X, tarian ini dilakukan dengan durasi 1,5 jam saja.

5. Musik Pengiring Tari Bedhaya Ketawang


Tari Bedhaya Ketawang yang berasal dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat  Solo - Jawa Tengah ini diiringi musik tradisional Jawa Tengah berupa Gamelan yang disebut dengan Gending Ketawang Gedhe. Gending Ketawang Gedhe ini bernada pelog. Perangkat gamelan yang dipakai untuk membawakan gending ketawang gedhe ini terdiri dari lima jenis, yaitu kethuk, kenong, kendhang, gong, dan kemanak, yang sangat meliputi semuanya keseluruhan irama gending.

Bedhaya Ketawang dibagi menjadi tiga adegan (babak). Di tengah-tengah tarian, laras (nada) gending berganti menjadi nada slendro selama dua kali, lalu nada gending kembali lagi ke laras pelog hingga tarian berakhir. Pada cuilan pertama tarian diiringi dengan tembang Durma, selanjutnya berganti ke Retnamulya. Pada dikala mengiringi jalannya penari masuk kembali ke Dalem Ageng Prabasuyasa, alat gamelan yang dimainkan ditambah dengan rebab, gender, gambang, dan suling. Ini tiruananya dilakukan untuk menambah keselarasan suasana.

Baca Juga : 10 Alat Musik Tradisional Jawa Tengah


6. Kostum Penari Bedhaya Ketawang



Busana adat atau kostum yang dipakai oleh para penari Bedhaya Ketawang ialah dodot ageng atau disebut juga basahan, yang biasanya dipakai oleh pengantin wanita Jawa. Penari juga memakai gelung bokor mengkurep, yaitu gelungan yang berukuran ludang kecepeh besar daripada gelungan gaya Yogyakarta,[4] serta banyak sekali aksesoris perhiasan yang terdiri atas centhung, garudha mungkur, sisir gerojokan saajar, cundhuk mentul, dan tiba dhadha (rangkaian bunga melati yang dikenakan di gelungan yang memanjang hingga dada cuilan kanan). Busana penari Bedhaya Ketawang sangat seolah-olah dengan busana pengantin Jawa dan didominasi dengan warna hijau, memperlihatkan bahwa Bedhaya Ketawang merupakan tarian yang menggambarkan kisah asmara Kangjeng Ratu Kidul dengan raja-raja Mataram.

Tari Bedhaya Ketawang dari Surakarta Jawa Tengah Tari Bedhaya Ketawang dari Surakarta Jawa Tengah

 7. Video Tari Bedhaya Ketawang Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Solo - Jawa Tenah


Untuk mengetahui keindahan seni tari Bedhaya Ketawang, memberikankut ini kami tampilkan cuplikan video Bedhaya Ketawang yang ditampilkan di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Solo - Jawa Tengah yang diupload oleh www.kratonpedia.com di situs youtube.com.


Demikian teman Tradisi, Penjelasan mengenai Tari Klasik dari Jawa Tengah yang dikenal dengan nama Tari Bedhaya Ketawang. Tari Bedhaya Ketawang ini merupakan salah satu kekayaan budaya khususnya dalam bidang seni tarian tempat Indonesia. Semoga memberi manfaat

Referensi :
https://id.wikipedia.org/wiki/Bedaya_ketawang
Advertisement

Iklan Sidebar