'/> Legenda Asal Undangan Danau Ranau -->

Info Populer 2022

Legenda Asal Undangan Danau Ranau

Legenda Asal Undangan Danau Ranau
Legenda Asal Undangan Danau Ranau
Legenda Asal Usul Danau Ranau TradisiKita - Danau Ranau yakni danau terbesar kedua di Pulau Sumatera sesudah Danau Toba yang berada di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Seperti halnya danau Toba, danau yang terletak di perbatasan Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Provinsi Sumatera Selatan ini menjadi tempat pariwisata alam dengan pemandangan yang sangat indah.

Danau Ranau dikenal dan banyak dipakai dengan banyaknya ikan sehingga sering para nelayan mencari ikan disini dengan jenis ikan menyerupai mujair, kepor, kepiat, dan harongan. Tepat di tengah danau terdapat pulau yang berjulukan Pulau Marisa. Di sana terdapat sumber air kepanasan yang sering dipakai para penduduk setempat ataupun para wisatawan yang tiba ke pulau tersebut, terdapat air terjun, dan penginapan.

Danau ini juga menjadi objek wisata andal dan luar biasaan dari Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Ada tiga tempat tujuan utama bagi para pengunjung Danau Ranau, yaitu Wisma PT Pusri ( Sumatera Selatan ), Pantai Sinangkalan ( Sumatera Selatan ) dan Wisata Lombok ( Lampung ).

Danau Ranau ini tercipta dari gempa besar dan letusan vulkanik dari gunung berapi yang menciptakan cekungan besar. Terletak pada posisi koordinat 4°51′45″LS,103°55′50″BT. Namun sebagaimana Legenda Asal Usul Danau Toba, ternyata Danau Ranau juga mempunyai legenda mengenai awal mula terbentuknya danau. Cerita asal seruan danau ranau ini berasal dari kisah rakyat yang telah ada secara turun temurun.

Legenda Asal Usul Danau Ranau

Danau Ranau Gambar : hellopalembang.com

Menurut kisah yang berkembang selama ini, alkisah pada zaman berlalu dan silam kala di sebuah desa yang lebat dan menyuburkan di tepi sebuah paya-paya (rawa) yang luas, tinggallah seorang tetua adat. Paya-paya tersebut ditumbuhi oleh pohon-pohon Reranau. Di samping itu tumbuh pula sebatang pohon Hara yang sangat besar. Di pohon ini aneka macam burung-burung yang bersarang dan di antaranya terdapat sepasang burung yang besar sekali dan menjadi pimpinan diantaranya.

Mata pencaharian penduduk desa itu yakni mencari ikan serta bercocok tanam dengan berladang dan menggarap sawah. Karena lebat dan menyuburkannya tempat ini, banyak orang yang berdatangan dan bermukim serta mencari nafkah dengan bercocok tanam. Untuk itu, mereka membuka lahan-lahan gres yang masih lebat dan menyuburkan, namun makin usang penduduk berladang hingga ke puncak-puncak bukit dan gunung-gunung bahkan hingga ke hutan larangan. Mereka selalu berpindah-pindah mencari lahan gres yang masih lebat dan menyuburkan. Larangan serta hukum moral dalam berladang sudah tidak diindahkan lagi oleh penduduk, mereka tidak mau lagi mendengar petuah yang dimemberikankan oleh pemimpin adat.

Seiring dengan perkembangan zaman, jumlah penduduk semakin banyak dan kesibukan orang bau tanah untuk mengasuh anak-anaknya makin meningkat. Akibatnya bawah umur kurang diperhatikan sehingga mereka tidak hanya bermain tetapi sudah mulai merusak. Mereka mulai mengganggu burung-burung dan mengambil sarangnya di sekitar paya-paya dan yang hidup di pohon-pohon. Anak-anak ini menangkap burung dan mengambil sarangnya untuk dijadikan permainan. Melihat keadaan ini, kedua burung besar itu menjadi sangat marah. Mereka mulai menyerang orang-orang yang lewat serta orang yang berada di bersahabat sarangnya. Nampaknya kedua burung besar itu melaksanakan protes atas gangguan terhadap kehidupannya.

Penduduk mulai mencoba mengusir burung tersebut dengan jalan menebang pohon Hara namun tidak berhasil, bahkan kedua burung itu menjadi semakin ganas. Beberapa orang setuju untuk mengadukan memberikanta ini pada tetua moral yang selama ini mereka lupakan dan memohon bantuannya untuk mengusir kedua burung tersebut. Setelah berbincang-bincang dan menerima petuah, mereka karenanya pulang. Sementara itu, tetua moral memohon petunjuk dan kekuatan untuk memusnahkan kedua burung yang telah mengakibatkan malapetaka bagi orang kampung.

Setelah beberapa waktu penduduk pria dikumpulkan dan pada hari yang telah ditentukan dengan dipimpin oleh tetua adat, masyarakat beramai-ramai pergi ke tepi paya-paya. Tidak usang kemudian, kedua burung itu tiba menyerang, namun tetua moral telah siap menghadapinya dengan mengerahkan segala kekuatan dan kesaktiannya. Akhirnya, tetua moral sanggup mengusir kedua burung ganas itu.

Kemudian atas petunjuk dari tetua adat, maka penduduk karenanya berusaha untuk menebang pohon Hara dan pohon Reranau. Tetapi kedua pohon itu seolah mempunyai kekuatan sehingga tidak mempan ditebang. Setelah tetua moral menancapkan kapaknya, barulah penduduk beramai-ramai sanggup menebangnya, pohon Hara itu karenanya tumbang. Dari pohon Hara yang ditebang itu keluarlah mata air, makin usang makin banyak yang karenanya menggenangi paya-paya tersebut. Kini terbentuklah sebuah danau yang besar dan indah, yang disebut dengan Danau Ranau. Untuk menghormati jasa tetua adat, maka penduduk memmemberikannya gelar "Singa Juru" yang berarti pemimpin gagah berani dan bijaksana.

Sumber kisah : http://aryawirabumi.blogspot.co.id/

Advertisement

Iklan Sidebar