'/> Hikayat Bunga Kemuning Nusantara -->

Info Populer 2022

Hikayat Bunga Kemuning Nusantara

Hikayat Bunga Kemuning Nusantara
Hikayat Bunga Kemuning Nusantara
Hikayat Bunga Kemuning Nusantara | TradisiKita - Bunga Kemuning yakni jenis flora berbunga yang biasanya tumbuh di semak-semak, tepi hutan, atau ditanam sebagai flora hias dan pagar. Umumnya ditanam untuk pagar halaman, spesies kecil-berdaun padat, pohonnya kecil, banyak bercabang, tinggi 3-8 m, batang keras, beralur, tidak berduri, daun majemuk.

Bunga Kemuning ini mempunyai beragam nama di Nusantara, diantaranya Kamuning (Sunda), kuning, kumuning (Java) .; Kajeni, kuning, kemoning (Bali), kamoneng (Madura); Kamuning (Manado, Makassar), kamoni (Bare), Palopo (Bugis) .; Kamuni (Milky). eseki, tanasa, kamone, kamoni (Maluku) .; Jiu li xiang, yueh chu (China), Orange melur (UK).

Kandungan yang ada pada bunga, pohon dan akar kemuning mempunyai banyak sekali khasiat bagi kesehaan. Oleh sebab itulah maka masyarakat Nusantara banyak yang memanfaatkan pohon bunga kemuning ini.

 yakni jenis flora berbunga yang biasanya tumbuh di semak Hikayat Bunga Kemuning Nusantara
Bunga Kemuning
Tidak diketahui darimana asalnya, di Indonesia muncul hikayat yang menceritakan asal undangan bunga kemuning. Hikayat Bunga Kemuning ini menyebar dari dari satu generasi ke generasi selanjutnya, yang mengisahkan kebaikan seorang putri raja berjulukan putri kemuning. Namun malangnya sang putri harus meninggal ditangan saudara kandungnya sendiri.

Berikut ini TradisiKita mencoba menyajikan kembali hikayat Nusantara yang menceritakan kisah Putri Kemuning yang disebutkan dalam dongeng tersebut sebagai asal dari Bunga Kemuning.

“HIKAYAT BUNGA KEMUNING NUSANTARA” 

Alkisah, pada zaman berlalu dan silam kala ada seorang raja yang dikenal cerdik dan bijaksana. Ia mempunyai sepuluh orang puteri berparas bagus jelita berjulukan Puteri Jambon, Puteri Jingga, Puteri Nila, Puteri Hijau, Puteri Kelabu, Puteri Oranye, Puteri Merah Merona, dan Puteri Kuning. Tetapi sebab terlalu sibuk mengatur kerajaan, sang raja tidak sempat mendidik mereka dengan baik. Sementara sang isteri telah meninggal dunia knorma dan sopan santun melahirkan puterinya yang bungsu. Sang raja terpaksa menyerahkan pengasuhan anak-anaknya pada inang pengasuh kerajaan.
Ternyata sang inang pengasuh tidak kuasa mengasuh seluruh puteri raja. Hanya si bungsulah, yaitu Puteri Kuning yang berhasil didik dengan baik hingga menjadi anak yang selalu riang, ramah pada setiap orang dan mempunyai akal pekerti baik. Sementara kakak-kakaknya tumbuh menjadi anak manja dan bengal. Mereka tidak mau berguru dan membantu Sang Raja. Setiap hari kakak-kakak Puteri Kuning kerjanya hanya bermain di sekitar danau dan atau bertengkar memperebutkan sesuatu.
Suatu hari Sang Raja hendak berkunjung ke kerajaan lain dalam rangka menjalin silaturrahim. Untuk itu ia mengumpulkan seluruh puteri-puterinya.

Kepada mereka Sang Raja berkata, “Aku hendak pergi ke kerajaan lain selama beberapa minggu. Buah tangan apa yang kalian inginkan?”.
Tanpa menimbang-nimbang lagi, si sulung (Puteri Jambon) berkata, “Aku ingin pemanis yang mahal.”
Permintaan yang hampir serupa mahal dan mewahnya juga diajukan oleh adik-adik Puteri Jambon. Hanya Puteri Kuning sajalah yang mendekat dan memegang lengan ayahnya sambil berkata, “Aku hanya ingin ayah kembali dengan selamat.”
“Sungguh baik perkataanmu, wahai puteriku. Mudah-memperringan dan sepelean saja saya sanggup kembali dengan selamat dan membawakan hadiah yang indah untukmu,” kata sang raja.
Singkat cerita, sehabis Sang Raja pergi kelakuan anak-anaknya malah menjadi semakin bengal dan malas. Bukannya bersedih, mereka malah merasa bangga sebab selain Sang Raja, di seluruh kerajaan tidak ada yang berani melarang. Kesempatan ini mereka pergunakan untuk membentak dan menyuruh para inang pelayan sekehendak hati. Para inang pun menjadi sibuk sehingga tidak sempat memkebersihanan taman istana kesayangan Sang Raja.
Melihat hal itu Puteri Kuning segera mengambil sapu dan mulai memkebersihankan taman kesayangan ayahandanya. Dedaunan kering dirontokkannya, rumput liar dicabutnya, dan dahan-dahan berludang kecepeh dipangkasnya semoga terlihat ludang kecepeh rapi. Sementara kakak-kakaknya yang melihat Puteri Kuning sibuk di taman, malah mencemooh. “Lihat, sepertinya kita mempunyai pelayan baru,” kata salah seorang diantaranya.
“Hai pelayan! Kami masih melihat banyak kotoran di sini!” ujar salah seorang kakaknya sambil melemparkan sampah ke arah taman. Sejurus kemudian, mereka pun pribadi menyerbu dan mengacak-acak taman. Dan, sehabis puas mengacak-acak taman kemudian pergi begitu saja menuju danau untuk bermain sambil berenang. Begitu kelakuan kakak-kakak Puteri Kuning setiap harinya hingga ayah mereka pulang.
Knorma dan sopan santun Sang Raja pulang, ia hanya mendapati Puteri Kuning sedang merangkai bunga di teras istana, sementara kesembilan kakaknya sedang asyik bermain di danau. Ia agak kecewa dikarenakan telah bersusah payah membawakan oleh-oleh tetapi tidak disambut dengan hangat oleh anak-anaknya. Hanya Puteri Kuninglah yang berlari sendirian untuk menyambutnya dengan rasa suka cita.
Sambil berjalan menuju teras, Sang Raja berkata, “Anakku yang rajin dan baik budi. Ayah hanya sanggup memmemberikanmu sebuah kalung kerikil hijau. Ayahanda telah mencari di seluruh pelosok kerajaan seberang tetapi tidak menemukan kalung kerikil kuning ibarat warna kesayanganmu”.
“Sudah tidak mengapa, Ayahanda. Kalung kerikil hijau juga akan harmonis dengan warna bajuku,” kata Puteri Kuning lemah lembut.
Keesokan harinya, walau seluruhnya telah dimemberikan cinderamata, tetapi masih saja ada yang iri. Salah satunya Puteri Hijau yang melihat Puteri Kuning menggunakan kalung kerikil hijau segera menghampiri.

“Wahai adikku, seharusnya kalung itu milikku sebab berwarna hijau. Kenapa hingga ada di lehermu?” tanya Puteri Hijau dengan perasaan iri.
“Ayah memmemberikankannya padaku,” sahut Puteri Kuning singkat dan jelas.

Puteri Hijau tidak terima klarifikasi Puteri Kuning. Dia segera berlari pergi menemui saudari-saudarinya yang lain. “Kalung hijau yang digunakan Si Kuning bahu-membahu milikku. Tetapi ia mengambilnya dari saku ayah!” katanya menghasut ke delapan saudarinya.
Mendengar hasutan Puteri Hijau saudari-saudarinya menjadi kepanasan hati. Mereka kemudian bersepakat untuk merampas kalung itu dari tangan Puteri Kuning. Kesembilan adik-beradik tersebut kemudian bersama-sama menemui puteri hijau. Setelah bertemu, mereka pribadi memaksa Puteri Hijau untuk menyerahkan kalungnya. Tentu saja ia menolak dan hasilnya terjadilah perkelahian sengit hingga kepalanya mengenai pukulan dan meninggal ketika itu juga.
“Dia meninggal!” seru Puteri Jingga galau dan salah tingkah.
“Kita harus menutupi kejadian ini,” kata Puteri Merah Merona.
“Kalau begitu kita harus cepat menguburkannya semoga Ayahanda dan seisi istana tidak mengetahui kejadian ini!” kata Puteri Jambon kepada saudari-saudarinya.
Sepakat dengan Sang Kakak (Puteri Jambon), mereka pun lantas beramai-ramai mengusung jasad Puteri Kuning untuk dikuburkan di tengah taman istana. Bersama jasad Sang Puteri Kuning, turut pula dikuburkan benda yang menjadi materi perebutan, yaitu kalung kerikil hijau. Benda ini dikuburkan sendiri oleh Puteri Hijau yang memicu ada pertengkaran dan perkelahian dengan Puteri Kuning.
Sore harinya, entah mengapa Sang Raja merasa kangen dan ingin berbincang dengan Puteri Kuning di taman istana tempatnya biasa bermain. Namun, sebab tidak menemukannya, ia kemudian memanggil para puterinya yang lain untuk menanyakan keberadaan adik bungsu mereka. Satu per satu ditanyainya, tetapi tidak ada seorang pun yang mau berterus terang. Mereka menentukan tutup verbal dan akal-akalan tidak mengetahui keberadaan Puteri Kuning.
Khawatir akan keberadaan dan keselamatan puteri bungsunya, raja kemudian menitah para pengawal kerajaan untuk mencarinya ke seluruh penjuru istana. “Hai, para pengawal! Cari dan temukanlah Puteri Kuning!” teriaknya gusar.
Pencarian Puteri Kuning selama berhari-hari hingga berminggu-minggu di seluruh penjuru istana tentu saja sia-sia belaka dikarenakan telah dikubur sangat rapi oleh saudari-saudarinya hingga tidak ada bisa menyangkanya. Hal ini menciptakan Sang Raja menjadi sangat duka dan menyesal sebab tidak bisa menjaga, merawat, dan mengarahkan puteri-puterinya. Mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang egois, tidak peduli terhadap sesama serta tidak patuh terhadap pesan tersirat orang tua. Oleh sebab itu Sang Raja segera mengirimkan mereka ke negeri seberang untuk berguru akal pekerti. Tujuannya, semoga mereka menjadi insan yang berbudi pekerti luhur dan sanggup saling menjaga antara satu dengan lainnya.
Beberapa ahad sehabis para puteri raja berguru akal pekerti di negeri seberang, tumbuhlah sebuah flora di atas kubur Puteri Kuning. “Tanaman apakah ini?” seru Sang Raja heran. “Batangnya bagaikan jubah Puteri Kuning, daunnya bundar berkilau bagai kalung kerikil hijau, sementara bunganya putih kekuningan dan berbau sangat wangi! Tanaman ini mengingatkanku pada Puteri Kuning,” tambahnya.
Sejak ketika itulah bunga tersebut dimemberikan nama bunga kemuning sebab mengingatkan raja pada Puteri Kuning. Dan, sama ibarat Puteri Kuning, bunga kemuning mempunyai banyak kebaikan. Bunganya sanggup digunakan untuk mengharumkan rambut, batangnya sanggup digunakan untuk menciptakan kotak-kotak indah, dan kulit kayunya sanggup ditumbuk untuk dijadikan bedak penghalus wajah

Demikian Sobat Tradisi, Hikayat Bunga Kemuning yang banyak diceritakan oleh generasi di Nusantara. Banyak pesan tersirat dan pesan tersirat yang dimemberikankan dari hikayat ini, walaupun dongeng tersebut hanya sebuah dongeng. Semoga memberi manfaat.

Advertisement

Iklan Sidebar