'/> Cerita Rakyat Bali : Era Rahu Menelan Bulan -->

Info Populer 2022

Cerita Rakyat Bali : Era Rahu Menelan Bulan

Cerita Rakyat Bali : Era Rahu Menelan Bulan
Cerita Rakyat Bali : Era Rahu Menelan Bulan
Cerita Rakyat Bali : Kala Rahu Menelan Bulan | TradisiKita - Sobat Tradisi, mungkin sebagian dari Sobat pernah mengalami keramaian disaat terjadi gerhana bulan? Penulis yang lahir dan dibesarkan disebuah desa di Lampung Tengah, pernah mengalami keramaian orang - orang yang menabuh banyak sekali perkakas dapur knorma dan sopan santun terjadi gerhana bulan.

Sobat, hal tersebut terjadi alasannya adanya mitos-mitos atau dongeng rakyat yang menceritakan hal ikhwal terjadinya gerhana bulan. Diantaranya adanya mitos adanya raksasa yang akan menelan bulan, sampai terjadilah yang disebut gerhana bulan.

Pada kesempatan ini, TradisiKita mempunyai sebuah dongeng rakyat yang berkaitan dengan fenomena gerhana bulan ini. Cerita Mengenai Raksasa yang menelan bulan ini berasal dari Bali. Cerita rakyat ini dibutuhkan tidak akan merubah persepsi kita pada fenomena gerhana bulan yang sudah ludang kecepeh maju disentuh oleh ilmu dan teknologi. Dan dongeng rakyat mengenai gerhana bulan ini, cukup menjadi acuan akan adanya kepercayaan masyarakat Indonesia pada masa lampau yang tentu saja belum bisa diuji kebenarannya.

Cerita Rakyat Bali : Kala Rahu Menelan Bulan


 mungkin sebagian dari Sobat pernah mengalami keramaian disaat terjadi gerhana bulan Cerita Rakyat Bali : Kala Rahu Menelan Bulan
Kisah ini terjadi knorma dan sopan santun para raksasa dan para Dewa bekerja sama mengaduk lautan susu untuk mencari “Tirtha Amertha” atau Tirtha Kamhebat dan luar biasau. Konon siapa saja yang meminum tirtha itu maka beliau akan langgeng dan abadi (tidak bisa mati). Maka sesudah tirtha itu didapatkan kemudian dibagi rata. Tugas membagi tirtha ialah Dewa Wisnu yang menyamar menjadi gadis cantik, lemah gemulai. Dalam janji diatur bahwa para Dewa duduk dibarisan depan sedangkan para Raksasa dibarisan belakang.

Syahdan ada Raksasa berjulukan “Kala Rahu” yang menyusup dibarisan para Dewa, dengan cara merubah wujudnya menjadi Dewa. Namun penyamarannya ini segera diketahui oleh Dewa Candra atau Dewa Bulan. Maka knorma dan sopan santun tiba giliran Raksasa Kala Rahu mendapat “Tirtha Kelanggeng dan kekalan”, disitulah Dewa Candra berteriak. “Dia itu bukan Dewa, beliau ialah Raksasa Kala Rahu”. Namun sayang tirtha itu sudah terlanjur diminum. Maka tak ayal lagi Cakra Dewa Wisnu menebas leher Sang Kala Rahu. Maka demikianlah, alasannya lehernya sudah tersentuh oleh Tirtha Kelanggeng dan kekalan, sehingga tidak bersentuh oleh kematian. Wajahnya tetap hidup dan melayang-layang diangkasa. Sedangkan tubuhnya mati, alasannya belum sempat tersentuh oleh tirtha kamhebat dan luar biasau. Sejak ketika itu dendamnya terhadap Dewa Bulan tak pernah putus-putus, beliau selalu mengincar dan menelan Dewa Bulan pada waktu Purnama. Tapi alasannya tubuhnya tidak ada maka sang rembulan muncul kembali kepermukaan. Begitulah setiap Sang Kala Rahu menelan Dewa Bulan terjadilah Gerhana.

Makna yang terkandung dalam mitos ini adalah, bahwa bila seseorang belum bisa melepaskan sifat-sifat keraksasaannya maka beliau belum boleh mendapat kelanggeng dan kekalan. Sang Kala Rahu yang tidak sabar menunggu giliran akhirnya harus kehilangan tubuhnya. Sedangkan Dewa Candra yang menjadi target kemarahan Kala Rahu harus menanggung akibatnya. Dimana bila terjadi gerhana, maka dunia akan mengalami bala atau musibah.

Untuk menanggulangi hal menyerupai ini maka seseorang, dibutuhkan selalu eling dan waspada. Setelah terjadinya gerhana biasanya orang-orang wikan menciptakan sesajen tertentu untuk mencegah sebelum bala itu terjadi. Gerhana ludang kecepeh banyak disorot oleh para ilmuan modern sebagai insiden alam biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan. Namun bagi kalangan para pengamat supranatural dan kebathinan, Gerhana bulan tetap harus diwaspadai. Dengan kata lain hendaknya masyarakat berhati-hati, alasannya peristiwa-peristiwa jelek sangat rawan terjadi.

Selain Gerhana Bulan, gejala alam yang juga dijadikan aliran oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia ialah munculnya “Bintang Kukus” atau Komet berujung yang mengeluarkan asap mengepul. Biasanya kemunculan Bintang Kukus ini sebagai menunjukan jatuhnya seorang Pemimpin suatu negara. Namun sebelum itu diberlalu dan silami oleh percekcokan-percekcokan serta pertumpahan darah. Krisis moneter atau krisis ekonomi dan krisis moral serta terjadinya keributan-keributan di suatu wilayah.

Terlepas dari mitos atau kepercayaan semacam itu hendaknya semenjak dini seseorang sudah menekuni dan memperdalam serta memulai menggembleng dirinya untuk tidak terpengaruh oleh sesuatu yang diluar dugaan. Zaman dulu knorma dan sopan santun teknologi tidak secanggih kini insiden Gerhana Bulan dianggap suatu yang diluar dugaan. Namun kini dengan pesatnya kemajuan dibidang Iptek (Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi) Peristiwa Gerhana sudah bisa diramalkan kemunculannya dan tidak perlu ditakuti.

Namun meskipun begitu kepercayaan akan adanya insiden yang tak dibutuhkan tetap harus diwaspadai. Purnama Tilem memmemberikan kesempatan seluas-luasnya pada umat insan untuk melaksanakan ritual pemujaan. Pengendalian dan pendidikan kebijaksanaan pekerti. Hendaknya hari suci Purnama Tilem betul-betul dimanfaatkan untuk memupuk penilaian-penilaian keimanan dalam diri setiap orang. Musnahkan sifat-sifat raksasa dalam diri, jangan menjadi Kala Rahu (Nuju Peteng/knorma dan sopan santun kegelapan datang). Orang yang memberikanlmu pengetahuan hendaknya menyerupai bulan Purnama, memmemberikan kesegaran dan penerangan bagi tiruananya.

Purnama Tilem, hari yang serupa dengan kesucian, keharmonisan, kegembiraan. Tekadkan niat untuk selalu berada dijalan yang lurus, percaya diri bahwa Sang Hyang Jagad Pratingkah, akan senantiasa membimbing umat-Nya menuju ke alam yang Sunyata (Alam kasatmata yang sesungguhnya). Alam yang tidak ada konflik, alam kebebasan, alam kebahagiaan Surgawi. Pastikan beliau senantiasa tiba di tengah-tengah para pemuja-Nya. Lakukan pemujaan dengan setulus-tulusnya.

Dia yang dipuja turut memuja, memberkati dengan rahmat-Nya dengan senyum manis-Nya, dengan afeksi –Nya. Dia yang tulus, meluluskan permohonannya dengan karunia kudang kecepejaksanaan. Dia yang berbakti, terberkati dengan karunia yang berlimpahan. Dia yang menghibur, terhibur oleh alunan musik surgawi dan kedamaian. Dia yang mendoakan kidung Perdamaian, memperoleh anugerah Shanti dihatinya, dan Prema (kasih sayang yang tulus) di Tri Loka.

Sumber : https://www.facebook.com/notes/dongeng-dan-cerita-rakyat/raksasa-kala-rahu-menelan-bulan-kisah-gerhana-dari-bali/325977034080133/
Advertisement

Iklan Sidebar