Tari Bines Aceh | TradisiKita -- Sebagai Provinsi yang menerapkan syariat Islam, tidak menciptakan Aceh kehilangan aneka macam adat istiadat serta kebudayaan masyarakatnya yang masuk dalam rumpun Melayu. Salah satu Tradisi yang masih bertahan di Aceh ialah seni tari tradisional.
Salah satu tarian tradisional Aceh yang cukup dikenal ialah Tari Bines. Tari ini ditarikan oleh wanita dan tidak menggunakan instrumen musik melainkan dengan menggunakan nyanyian yang diberisikan syair dan masukan.
Pada Kesempatan ini, TradisiKita akan mengulas sejarah tari Bines serta seluk beluk yang berkaitan dengan tari Aceh ini.
Menurut sejarahnya, tari Bines bermula dari 3 dongeng rakyat yang berkembang di tempat Gayo, antara lain: Salah satu tarian tradisional Aceh yang cukup dikenal ialah Tari Bines. Tari ini ditarikan oleh wanita dan tidak menggunakan instrumen musik melainkan dengan menggunakan nyanyian yang diberisikan syair dan masukan.
Pada Kesempatan ini, TradisiKita akan mengulas sejarah tari Bines serta seluk beluk yang berkaitan dengan tari Aceh ini.
Sejarah Tari Bines
1. Cerita Rakyat “Ni Malelang Ode”
Alkisah ada seorang ibu yang memiliki putri yang sangat disayangi, berjulukan Ni Malelang Ode.Namun dikarenakan telah berbuat zina dengan seorang perjaka di desanya, masyarakat yang merasa malu dan tidak sengaja aib, tetapkan untuk menghukum mati gadis tersebut.Sang Ibu melihat kenyataan itu, sangat murung hatinya.Sebelum dimakamkan, setiap kali terlihat ibu menangis menyesali jenasah anaknya sambil meratap memilukan hati bagi siapapun yang mendengarnya.Berkali kali tangannya menggoyangkan jenasah itu seolah – olah ingin membangunkannya dan sesekali menghentakkan kakinya.Keadaan itu mengakibatkan simpati para tetangganya dan mereka berkumpul di dekat jenasah serayamenghibur hati sang ibu. Dari adegan tersebut, dalam tari Bines terdapat syair yang diberisi ratapan yang bernuansa murung serta gerak menghentakkan kaki yang diadopsi dari kejadian itu.
2. Cerita rakyat “Ibu yang kehilangan putra satu-satunya”
Versi asal mula tari Bines lainnya, ialah kisah ihwal seorang ibu yang memiliki 7 anak, 6 anak wanita dan 1 laki-laki.Mereka bertujuh saudara sangat bersahabat dan saling menyayangi. Pada suatu hari oleh lantaran salah satu sebab, maka putra semata wayangnya itu meninggal dunia. Begitu cintanya kepada saudara laki2 nya itu, 6 gadis itu setiap malam secara bersama sama mengelilingi jenasah sambil menangis menyesali kepergiannya.Ratapannya itu terdengar indah meskipun memilukan. Formasi duduk mereka kadab meratap, persis dengan gugusan dasar tariBines, yaitu dua di atas kepala, 2 di samping kanan dan 2 di samping kiri.Situasi itu terlihat oleh seorang ulama penyebar agama Islam di tempat itu, yakni Syekh Abdul Karim.Dengan penuh kearifan dan kelembutan ia mengingatkan bahwa menyesali orang yang sudah meninggal itu bertentangan dengan anutan Islam, dan sebaiknya syair ratapan itu akan ludang keringh baik kalau diperdengarkan bagi yang hidup. Maka semenjak dikala itu dalam tari Bines terdapat syair ratapan, dan gerak menelungkup. Namun dalam perkembangannya syair ratapan tersebut mulai ditinggalkan.
3. Cerita Rakyat Tentang ” Gajah Putih ”
Cerita rakyat ke 3 yang beredar di tengah masyarakat Gayo sebagai cikal bakal adanya Tari Bines , ialah ihwal kisah Gajah Putih. Alkisah pada suatu hari di alun-alun kerajaan yang diperintah oleh Raja Lingge terlihat ada sebuntut gajah putih mengamuk mengobrak -abrik bangunan disekitarnya.Tidak ada seorangpun yang bisa menundukkannya.Maka salah seorang putra Raja Linnge yang berjulukan Sengeda memberanikan diri mohon kepada ayahnda biar diijinkan menaklukkan amukan gajah itu. Atas ijin sang raja, mulailah dijalankan siasatnya.Sebenarnya Sengeda sudah tahu bahwa Gajah Putih itu ialah jelmaaan Bener Meriah abang kandungnya yang sudah usang diasingkan lantaran fitnah teman-temannya.
Semua orang yang tiruanla mengeroyok gajah putih tersebut diminta untuk hengkang dan menghentikan serangannya.Sebagai gantinya dibunyikanlah alat-alat musik ibarat rebana, canang, dan gong. Sedangkan para ibu membunyikan musik lesung secara serentak. Demi mendengar suara tetabuhan itu sang gajah yang tiruanla bersikap agresif berangsur-angsur tenang. Selanjutnya Sengeda memerintahkan tigapuluh perjaka membentuk gugusan setengah bundar mengelilingi gajah sembari bertepuk tangan dengan irama yang beraturan dan melantunkan puji-pujian atas sifat baik Bener Meriah.Dengan gerak perlahan, Sengeda menari dihadapan gajah, sehingga merangsang gajah ikut bergerak maju hengkang diberirama. Menurut dongeng tutur, gerak itulah yang melahirkan tari Bines.
Fungsi dan Makna Tari Bines
Tari Bines secara garis besar memiliki fungsi, sebagai diberikut :
1. Sebagai Sarana Komunikasi
Setiap tari Bines selalu dilantunkan syair yang mengandung pesan yang dikomunikasikan kepada penontonnya.Syair tersebut biasanya diberisi anutan moral, sikap insan yang seharusnya dilakukan sesuai dengan anutan agama, dan juga undangan untuk senantiasa hidup rukun dan damai.2. Sarana Hiburan
Disamping pesan moral, tari Bines juga menampilkan potongan yang bersifat menghibur, bahkan memungkinkan untuk mengajak penonton wanita untuk ikut bergabung.Bersifat spontanitas dan bebas lantaran geraknnya simpel diikuti. 3. Sarana PublikasiBiasanya tari Bines juga menyajikan syair yang menyatakan bahwa tarian ini berasal dari tempat Gayo Lues.Dengan demikian penonton memperoleh isu ihwal dari tempat asal tari Bines ini.
4. Sarana Mediasi
Bahwa perselisihan antar kampung yang terjadi, tidak jarang sanggup diredam dengan pementasan bersama tari Binnes ini dengan syair yang menyejukkan kedua belah pihak yang sedang bersengketa. Adanya kesadaran bahwa tari ini merupakan milik sesama orang Gayo Lues yang harus dijaga kelestariannnya, maka sangat dimungkinkan berfungsi juga sebagai perekat.Pertunjukan Tari Bines
Tari Bines merupakan tradisi berkesenian para wanita Gayo Lues yang memang tidak diperbolehkan menari Saman yang keras dan dinamis. sebagai gantinya diciptakan tari yang cocok dengan jiwa dan karakter wanita yang ludang keringh lembut dan anggun. Beberapa unsur yang menempel pada tari Bines dan tidak sanggup dipisahkan, yaitu penari, gerak tari, syair, penangkat, dan busana tari. Jumlah penari pada umumnya berjumlah genap sanggup 6, 8,10, 12 hingga 16 orang. Mereka membawakan ragam gerak yang sama dan dilakukan secara serempak dari awal hingga akhir. Adapun ragam gerak yang biasa ditampilkan secara garis besar sanggup disebutkan di sini, antara lain :
- Surang saring: dimaksudkan bahwa dari awal hingga simpulan tarian ini dibawakan secara serempak dengan ragam gerak yang tidak berbeda antara penari satu dengan yang lain;
- Alih: gerak tangan yang berubah dari tepuk tangan ke gerak tangan yang lain;
- Langkah: gerak langkah untuk membentuk referensi lantai aksara U dan berbanjar;
- Tepok: bertepuk tangan ;
- Kertek: gerakan petik jari.
Busana Penari Bines
Busana tari Bines semenjak lampau hingga kini tidak banyak berubah lantaran terikat dengan pakem.Seperti halnya dengan tarian tradisi pada umumnya busana tari menjadi salah satu potongan yang sangat dipegang teguh biar terjaga “keasliannya”. Dari busana tari yang dikenakan oleh para penari mengatakan ciri dan bukti diri tempat yang megampangkan penonton sanggup dengan simpel sanggup mengenalinya. Untuk itulah biasanya busana tari tradisi yang ada tetap dipertahankan. Adapun busana tari Bines terdiri atas :
- Baju Lukup bermotif tabur, atau disebut Baju Tabur;
- Kain Sarung;
- Kain Panjang atau Upuh Kerawang dengan dihias Renggiep di pinggirnya;
- Sanggul yang dihiasi daun kepies.Bisa juga diganti dengan daun bambu , daun pandan. Bahkan tidak jarang dengan hiasan kepala berwarna-warni;
- Hiasan leher berupa Belgong;
- Ikat Pinggang berupa Genit Rante yang dihiasi dengan Renggiep;
- Toping Gelang dan Sensim Metep.
Baca Juga : Baju Adat Aceh
Demikian Sobat Tradisi, artikel mengenai Tari Bines yang merupakan tari tempat Aceh. Semoga berguna bagi Sobat untuk menambah wawasan kebudayaan Indonesia. Sampai jumpa pada artikel kami selanjutnya.
Sumber : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/2015/12/17/tari-bines/
Advertisement