'/> Legenda Kerikil Belah -->

Info Populer 2022

Legenda Kerikil Belah

Legenda Kerikil Belah
Legenda Kerikil Belah
Legenda Batu Belah | TradisiKita - Batu Belah entah darimana asalnya, serta dimana letaknya. Namun kisah ini sudah ada dan diceritakan secara turun temurun. Beberapa kawasan mengklaim wacana adanya fenomena alam berupa watu yang terbelah, ibarat di Gayo, Aceh Tengah. Demikian juga di Langkat, Sumatera Utara atau di Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Yang manakah watu belah tersebut yang dimaksud didalam kisah rakyat atau legenda ?  Namun yang niscaya legenda watu belah ini yaitu sebuah kisah legenda masyarakat Melayu.

Dari sekian legenda mengenai Batu Belah ini, kali ini TradisiKita akan mengambil salah satu legenda watu belah yang ada dimasyarakat Aceh. Khususnya yang berada di dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Untuk Sobat Tradisi yang ingin mengetahui alur kisah Legenda Batu Belah, TradisiKita akan mengisahkanya khusus untuk Sobat Tradisi tiruana. Selamat menyimak dan mengambil pesan yang tersirat yang ada dalam kisah rakyat atau Legenda Batu Belah dibawah ini :

Legenda Batu Belah (Atu Belah) Aceh


Pada jaman lampau kala, di tanah Gayo, Aceh,  hiduplah sebuah keluarga petani yang sangat miskin. Ladang yang mereka punyai pun hanya sepetak kecil saja sehingga hasil ladang mereka tidak bisa untuk menyambung hidup selama tiruansim, sedangkan ternak mereka pun hanya dua buntut kambing yang kurus dan sakit-sakitan. Oleh sebab itu, untuk menyambung hidup keluarganya, petani itu menjala ikan di sungai Krueng Peusangan atau memasang jerat burung di hutan. Apabila ada burung yang berhasil terjerat dalam perangkapnya, ia akan membawa burung itu untuk dijual ke kota.

Suatu kadab, terjadilah demam isu kemarau yang amat dahsyat. Sungai-sungai banyak yang menjadi kering, sedangkan tanam-tanaman meranggas gersang. Begitu pula flora yang ada di ladang petani itu. Akibatnya, ladang itu tidak memdiberikan hasil sedikit pun. Petani ini mempunyai dua orang anak. Yang sulung berumur delapan tahun berjulukan Sulung, sedangkan adiknya Bungsu gres berumur satu tahun. Ibu mereka kadang kala membantu mencari nafkah dengan menciptakan periuk dari tanah liat. Sebagai seorang anak, si Sulung ini bukan main badungnya. Ia selalu merengek minta uang, padahal ia tahu orang tuanya tidak pernah mempunyai uang ludang keringh. Apabila ia disuruh untuk menjaga adiknya, ia akan sibuk bermain sendiri tanpa peduli apa yang dikerjakan adiknya. Akibatnya, adiknya pernah nyaris karam di sebuah sungai.

Pada suatu hari, si Sulung diminta ayahnya untuk pergi mengembalakan kambing ke padang rumput. Agar kambing itu makan banyak dan terlihat gemuk sehingga orang mau membelinya agak mahal. Besok, ayahnya akan menjualnya ke pasar sebab mereka sudah tidak mempunyai uang. Akan tetapi, Sulung malas menggembalakan kambingnya ke padang rumput yang jauh letaknya.

“Untuk apa saya pergi jauh-jauh, ludang keringh baik disini saja sehingga saya sanggup tidur di bawah pohon ini,” kata si Sulung. Ia kemudian tidur di bawah pohon. Kadab si Sulung bangun, hari telah menjelang sore. Tetapi kambing yang digembalakannya sudah tidak ada. Saat ayahnya menanyakan kambing itu kepadanya, beliau mendustai ayahnya. Dia berkata bahwa kambing itu hanyut di sungai. Petani itu memarahi si Sulung dan bersedih, bagaimana beliau membeli beras besok.

Akhirnya, Petani itu tetapkan untuk berangkat ke hutan untuk berburu rusa, di rumah tinggal istri dan kedua anaknya, pada waktu makan, anak yang sulung merajuk, sebab di meja tidak ada daging sebagai teman nasinya. Karena di rumah memang tidak ada persediaan lagi, maka kejadian ini menciptakan ibunya resah memikirkan bagaimana sanggup memenuhi harapan anaknya yang sangat dimanjakannya itu.

Akhirnya si ibu menyuruh anaknya tersebut untuk mengambil belalang yang berada di dalam lumbung. (padahal sebelumnya siayah memesan kepada sang ibu jangan di buka lumbung yang diberisikan belalang itu), Kadab si anak membuka tutup lumbung, rupanya ia kurang berhati-hati, sehingga mengakibatkan tiruana belalang itu habis berterbangan ke luar.

Sementara itu ayahnya pulang dari berburu, ia kelihatannya sedang kesal, sebab tidak berhasil memperoleh sebuntut rusa pun. Kemudia ia sangat murka kadab mengetahui tiruana belalang yang telah di kumpulkan dengan susah payah telah lenyap hanya dalam tempo sekejap.

Kemudian, dalam keadaan lupa diri si ayah menghajar isterinya hingga babak belur dan menyeretnya keluar rumah. Dan kemudian tega memotong sebelah (maaf) payudara istrinya, dan memanggangnya, untuk dijadikan teman nasinya. Kemudian perempuan malang yang berlumuran darah dan dalam kesakitan itu segera meninggalkan rumahnya.

Dalam keadaan keputusasaan si perempuan tersebut pergi ke hutan, di dalam hutan tersebut si ibu menemukan sebongkah batu, dengan keputusasaan si ibu meminta kepada watu untuk sanggup menelannya, semoga penderitaan yang di rasakanya berakhir.

Selepas itu si ibu bersyair dengan kata-kata, “Atu belah, atu bertangkup nge sawah pejaying te masa lampau,” jika diartikan dalam bahasa indonesia “Batu Belah, watu bertangkup, sudah tiba kesepakatan kita masa yang lalu. “Kata-kata” itu dinyanyikan berkali-kali secara lirih sekali oleh ibu yang malang itu.

Sesaat kemudian, Tiba-tiba suasana berubah, cuaca yang sebelumya cerah mejadi gelap disertai dengan petir dan angin besar, dan pada ketika itu pula watu bersebut terbelah menjadi dua dengan perlahan-lahan tanpa ragu lagi si ibu melangkahkan kakinya masuk ke tengah kepingan watu tersebut. Setelah itu watu yang terbelah menjadi dua tersebut kembali menyatu.

Si ayah dan kedua anaknya tersebut mencari si ibu, tetapi tidak menemukannya, mereka hanya menemukan beberapa helai rambut diatas sebuah watu besar, rambut tersebut yaitu milik si ibu yang tertinggal kadab masuk kedalam atu belah.

Ia menangis keras dan memanggil ibunya hingga berjanji tidak akan nakal lagi, namun penyesalan itu datangnya sudah terlambat. Ibunya telah menghilang ditelan Batu Belah.

Cerita Rakyat ini yaitu kisah rakyat yang banyak di kenal bawah umur di masyarakat gayo. Mereka menggolongkannya sebagai legenda, Karena oleh penduduk gayo kejadian ini benar-benar terjadi di kawasan mereka. Untuk membuktikannya mereka sanggup mengatakan kepada kita sebuah betu besar yang terletak kira-kira 35 km dari kota Takengon di Gayo.

 Namun kisah ini sudah ada dan diceritakan secara turun temurun Legenda Batu Belah

Demikian Sobat Tradisi, sebuah legenda dengan tamat kisah yang memilukan. Semoga dari legenda watu belah ini ada pesan yang tersirat yang sanggup kita ambil, sehingga mengakibatkan kita insan yang ludang keringh bijak lagi dalam mengarungi perahu kehidupan di dunia.

Sampai jumpa pada artikel mengenai legenda dan kisah rakyat lainnya.

Sumber : books.google.com
Advertisement

Iklan Sidebar